Mataram NTB - Proses persidangan Kasus ITE yang menjerat pengacara senior, Ida Made Santi Adnya (IMS) sebagai terdakwa, terus mendapat perhatian publik di Mataram, Nusa Tengara Barat (NTB).
Selain karena terdakwa merupakan advokat senior sekaligus Ketua PHDI NTB, IMS mengunakan belasan Penasehat Hukum (PH) dan juga didukung solidaritas yang melibatkan ratusan orang advokat, pengacara. Sementara di sisi lain, pelapor sekaligus korban, Gede Gunanta (GG), hanya warga biasa yang tampil tanpa didampingi satu pun PH.
Baca juga:
Arisan Online Berkedok Investasi
|
"Ibarat dunia persilatan, kasus ITE IMS ini menarik dan unik. Sebab, untuk menghadapi pesilat pemula, ternyata harus melibatkan ratusan pendekar papan atas, " ujar Dosen Hukum Pidana Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Imam Edy Ashari SH MH, Sabtu 8 Oktober 2022.
Bersama sejumlah mahasiswa yang tengah PKL, Imam turut menyaksikan jalannya persidangan ke lima kasus ITE IMS yang digelar di Pengadilan Negeri Mataram, Kamis 6 Oktober 2022 lalu.
Menurut Imam, dalam sidang dengan agenda mendengar kesaksian Saksi Pelapor/Korban, kesaksian GG sangat detil, runut, dan selalu merujuk ketentuan undang-undang, mengungkap fakta - fakta yang menjadi latar belakang perkara dikaitkan dengan unsur - unsur dalam pasal 28 Ayat (1) UU ITE yang didakwakan kepada terdakwa IMS.
Yang menarik, papar dia, GG tampil dengan gigih memperjuangkan hak-hak hukumnya, dan tak bergeming dengan cecaran pertanyaan belasan PH terdakwa.
"Ini sangat menarik, seorang warga biasa begitu gigih memperjuangkan hak - hak hukumnya. Meski yang dihadapi pengacara-pengacara hebat, namun GG mampu memberikan keterangan yang diharapkan menguatkan dakwaan JPU untuk terdakwa IMS, " katanya.
Ia menilai, dalam persidangan ke lima tersebut, para PH terdakwa nampak lebih banyak membahas terkait dengan latar belakang perkara yaitu perkara gugatan Harta Bersama (HB), antara GG dan mantan istrinya.
"Seharusnya (dalam sidang kemarin) hakim memperingatkan PH terdakwa untuk pembelaan klien terkait tindak pidana yang didakwakan. Demikian halnya JPU seharusnya fokus kepada pembuktian unsur-unsur dalam Pasal 28 Ayat (1) UU ITE, " ujar dia.
Imam merasa yakin, ke depan dalam sidang pemeriksaan terdakwa, JPU nanti akan berfokus dengan pertanyaan - pertanyaan yang menguatkan surat dakwaan.
"Sebab, dakwaan adalah mahkota dalam perkara pidana. Saya yakin JPU pada saat pemeriksaan terdakwa akan mengejar untuk pembuktian pemenuhan unsur-unsur pasal yang dipasang, " tukasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Terdakwa dijerat pasal tunggal yaitu Pasal 28 Ayat (1) jo Pasal 45 A Ayat (1) UU ITE. Itu pertanda bahwa Jaksa sangat yakin dengan dakwaannya.
Sidang kasus ITE IMS kemarin adalah proses pembuktian, saksi pelapor yang dihadirkan oleh Jaksa lugas memberikan keterangan dan jawaban dari pertanyaan Jaksa, penasehat hukum dari terdakwa, dan majelis hakim.
Imam menekankan, dalam proses peradilan, pembuktian adalah kunci utama dalam mengurai kasus yang terjadi.
"Dalam sidang kemarin, saya pribadi melihat sudah terpenuhinya unsur dari delik formil dan delik materilnya. Keterangan saksi pelapor kemarin sudah dapat memberikan titik terang dari proses yang sedang berjalan. Salah satunya adalah bukti keterangan bahwa terdakwa IMS tidak berhak mendapatkan dokumen hasil penilaian KJPP sesuai dengan surat yang dikeluarkan PN Mataram sebagai jawaban atas surat Saksi GG. Apalagi mempublikasikan dokumen tersebit di medsos, "terangnya.
"Bukti ini bisa menjadi alat untuk terpenuhinya delik formil dari kasus tersebut, " tambah dia.
Sedangkan untuk delik materilnya, tambah Imam, adalah dengan adanya kerugian yang nyata yang dialami oleh korban, yaitu adanya pemutusan kontrak kerja sama akibat adanya postingan tersebut.
"Kita tunggu saja bagaimana keputusan hakim dalam kasus ini. Kuncinya adalah siapa yang mampu meyakinkan tiga majelis hakim yang menangani kasus ini, dia lah pemenangnya, " ujar Imam.
Diketahui, sepanjang proses persidangan kasus ITE ini, IMS selalu didampingi solidaritas advokat dan pengacara, sementara GG mendapat simpati dari sejumlah kelompok masyarakat.
Imam berharap, proses hukum tidak terpengaruh dengan hal tersebut. Ia menegaskan, keputusan hukum akan menjadi cacat jika hukum acaranya tidak diindahkan.
Ia juga mengatakan bahwa semua harus taat kepada hukum acara, baik Penasehat Hukum maupun Hakim itu sendiri.
"Hukum acara itulah yang harus menjadi pegangan. Semua orang tidak boleh mengambil inisiatif diluar hukum acara, " tegasnya.
Menurut dia, dalam sidang selanjutnya perlu juga dilihat alat bukti yang akan disampaikan pihak terdakwa sebagai bahan pembanding.
"Kalau misalnya alat bukti yang dihadirkan tidak cukup kuat maka pada akhirnya kita bisa menyimpulkan. Kita semua yang menyaksikan sidang pasti mempunyai kehendak yang etis sehingga dari situ kita bisa menyimpulkan perkara tersebut, " ujarnya.
Imam menambahkan, untuk kasus ITE yang cukup menarik ini, langkah yang tepat untuk Mahkamah Agung yang yang saat ini mendapat cobaan, hendaknya proses - proses hukum seperti ini yang dipantau oleh publik harus lebih mempunyai nilai keadilan, dan nilai keadilan itu sendiri tidak boleh berdasarkan subyektivitas.
"Yang jelas hakim tidak boleh membuat keputusan atas tekanan publik, " tegasnya mengakhiri percakapan.(Adb)